Gaya Hidup Susah Realita Tantangan dan Jalan Keluar di Tengah Tekanan Ekonomi

Foto/Ilustrasi/unsplash.com/ Jon Tyson

Hidup susah bukan hanya sekadar ungkapan yang sering terdengar dari masyarakat, melainkan sebuah realita yang dialami banyak orang di tengah kondisi ekonomi yang semakin berat. Lonjakan harga kebutuhan pokok, biaya pendidikan yang tinggi, hingga akses kesehatan yang terbatas menjadikan sebagian besar keluarga di Indonesia harus berjuang lebih keras untuk memenuhi kebutuhan sehari hari. Fenomena ini menunjukkan bahwa gaya hidup susah bukanlah pilihan, melainkan keterpaksaan yang dialami oleh banyak kalangan akibat situasi yang tidak selalu berpihak pada mereka.

Fenomena gaya hidup susah semakin nyata terlihat dalam kehidupan masyarakat urban maupun pedesaan. Di kota besar, pekerja dengan gaji pas pasan harus mengatur pengeluaran secara ketat karena biaya sewa rumah, transportasi, dan makanan semakin tinggi. Sementara itu, di pedesaan, tantangan muncul dari keterbatasan lapangan kerja dan akses infrastruktur yang membuat masyarakat sulit meningkatkan taraf hidupnya. Menurut data Badan Pusat Statistik (BPS), jutaan orang masih hidup di bawah garis kemiskinan, sebuah fakta yang menggambarkan betapa beratnya realitas gaya hidup susah di tanah air.

Baca juga:

Meski demikian, gaya hidup susah tidak selalu identik dengan keputusasaan. Banyak keluarga yang justru menemukan kekuatan dan kreativitas dalam keterbatasan. Misalnya, munculnya tren memanfaatkan lahan sempit untuk bercocok tanam, mengolah kembali barang bekas menjadi sesuatu yang bernilai, hingga menjalankan usaha kecil kecilan dari rumah. Kondisi susah ini, meski penuh tantangan, ternyata juga bisa melahirkan inovasi dan daya juang yang tinggi bagi sebagian masyarakat.

Namun, tidak dapat dipungkiri, gaya hidup susah sering kali meninggalkan dampak psikologis yang cukup serius. Tekanan ekonomi membuat sebagian orang merasa rendah diri, minder, hingga mengalami stres berkepanjangan. Fenomena ini terutama dirasakan oleh generasi muda yang tengah berjuang mencari pekerjaan di tengah persaingan ketat. Rasa cemas akan masa depan kerap menghantui, terlebih jika mereka membandingkan kondisi diri dengan gaya hidup hedonis yang sering dipamerkan di media sosial. Perbedaan kontras ini kerap menimbulkan rasa ketidakadilan sosial.

Di sisi lain, gaya hidup susah juga mengubah pola konsumsi masyarakat. Jika sebelumnya banyak orang mengedepankan gaya hidup konsumtif, kini sebagian mulai beralih ke pola hidup hemat dan sederhana. Belanja kebutuhan dilakukan secukupnya, penggunaan transportasi umum semakin diminati, hingga tren “masak di rumah” kembali menjadi pilihan. Kondisi ini menunjukkan bahwa gaya hidup susah juga mendorong masyarakat untuk lebih bijak dalam mengelola keuangan, meskipun keterpaksaan sering kali menjadi faktor utamanya.

Pemerintah sebenarnya telah meluncurkan berbagai program untuk meringankan beban masyarakat yang hidup susah. Mulai dari bantuan sosial, subsidi pangan, hingga program Kartu Indonesia Pintar dan Kartu Indonesia Sehat. Namun, efektivitas program-program tersebut kerap dipertanyakan, mengingat masih banyak masyarakat miskin yang belum terjangkau bantuan. Ketidakmerataan distribusi bantuan menjadi salah satu persoalan utama yang membuat sebagian warga merasa diabaikan. Hal ini sekaligus mempertegas bahwa gaya hidup susah belum bisa teratasi hanya dengan bantuan sesaat, melainkan membutuhkan strategi jangka panjang yang menyentuh akar permasalahan.

Meski penuh keterbatasan, ada banyak kisah inspiratif dari mereka yang berhasil keluar dari jerat gaya hidup susah. Dengan kerja keras, konsistensi, serta dukungan lingkungan, beberapa orang mampu membalikkan keadaan. Misalnya, pedagang kecil yang memanfaatkan platform digital untuk memperluas pasar, atau buruh harian yang menabung sedikit demi sedikit hingga mampu membuka usaha sendiri. Kisah kisah ini menjadi bukti bahwa gaya hidup susah bukanlah akhir dari segalanya, melainkan bisa menjadi titik awal menuju perubahan hidup yang lebih baik.

Pada akhirnya, gaya hidup susah adalah potret nyata dari ketidakmerataan ekonomi dan tantangan besar yang dihadapi banyak orang. Namun, di balik kesulitan itu, tersimpan pula semangat juang, kreativitas, dan solidaritas sosial yang kuat. Masyarakat yang hidup dalam keterbatasan menunjukkan bahwa meski hidup tidak selalu mudah, harapan dan peluang tetap ada bagi siapa saja yang berusaha. Dengan dukungan kebijakan yang tepat dan kesadaran kolektif untuk saling membantu, gaya hidup susah bukan hanya bisa dipahami, tetapi juga dapat diubah menjadi cerita perjuangan menuju kehidupan yang lebih baik.

Artikel Terkait