Sekilas.co – Di era globalisasi yang terus berkembang, gaya hidup global dan multikultural telah menjadi fenomena yang semakin meluas di kalangan masyarakat urban. Gaya hidup ini mencerminkan keterbukaan individu terhadap berbagai budaya, kebiasaan, bahasa, hingga tren internasional yang membentuk cara berpikir dan berperilaku sehari-hari.
Gaya hidup global bukan hanya soal mengikuti tren luar negeri, tapi juga menggambarkan pola hidup yang adaptif, inklusif, dan penuh rasa ingin tahu terhadap hal-hal baru dari berbagai belahan dunia. Mulai dari pilihan makanan, gaya berpakaian, tontonan, hingga cara berkomunikasi di media sosial, semua menunjukkan pengaruh lintas budaya yang kian dominan dalam kehidupan generasi modern.
Menurut Dr. Intan Sari, sosiolog dari Universitas Indonesia, gaya hidup global dan multikultural tumbuh seiring dengan pesatnya perkembangan teknologi dan mobilitas manusia. “Interaksi antarbangsa yang dulunya terbatas kini bisa dilakukan dalam hitungan detik melalui internet. Hal ini membuat batas-batas budaya semakin cair,” ujarnya dalam sebuah diskusi publik di Jakarta, Jumat (11/10).
Anak muda menjadi kelompok yang paling cepat mengadopsi gaya hidup ini. Mereka tidak hanya mendengarkan musik K-pop dan menonton serial Barat, tapi juga mulai terbiasa menggunakan campuran bahasa asing dalam percakapan sehari-hari. Bahkan, banyak dari mereka yang membentuk komunitas global secara daring, tanpa pernah bertemu secara langsung.
Namun, di balik manfaat dan fleksibilitasnya, gaya hidup global juga menimbulkan tantangan tersendiri. Salah satunya adalah risiko hilangnya identitas budaya lokal jika tidak diimbangi dengan kesadaran untuk melestarikannya. Menjadi warga dunia bukan berarti melupakan akar budaya sendiri, tegas Intan.
Gaya hidup ini juga mendorong perubahan dalam dunia kerja dan pendidikan. Perusahaan multinasional kini mencari individu dengan wawasan global dan kemampuan lintas budaya. Begitu pula institusi pendidikan yang semakin mendorong pertukaran pelajar, pembelajaran lintas negara, dan kerja kolaboratif antarbangsa.
Sementara itu, di sektor pariwisata, gaya hidup global membuka peluang besar. Banyak wisatawan asing mencari pengalaman autentik, sementara masyarakat lokal yang berjiwa multikultural lebih mudah menjamu dan berinteraksi dengan mereka. Hal ini memperkuat diplomasi budaya sekaligus potensi ekonomi daerah.
Dengan segala dinamika dan peluang yang ditawarkan, gaya hidup global dan multikultural bukan sekadar tren, melainkan realitas baru yang mencerminkan cara hidup masyarakat modern. Adaptasi, toleransi, dan keterbukaan menjadi kunci utama untuk menjalani gaya hidup ini secara seimbang, tanpa kehilangan jati diri.





