Sekilas.co – Fenomena gaya hidup berlebihan semakin marak terlihat di masyarakat perkotaan. Dorongan tren media sosial, konsumsi barang mewah, serta keinginan untuk tampil eksklusif menjadi faktor utama yang memicu pola hidup ini. Meski dianggap sebagai simbol status sosial, gaya hidup berlebihan justru membawa risiko besar terhadap kesehatan fisik, mental, maupun keuangan individu.
Data survei lembaga riset konsumen menunjukkan bahwa 60% generasi muda di kota besar cenderung mengeluarkan penghasilan lebih dari 30% untuk kebutuhan gaya hidup. Pengeluaran tersebut meliputi belanja fesyen, nongkrong di kafe mahal, hingga liburan ke destinasi populer yang ditampilkan di media sosial. Kebiasaan ini, jika tidak dikendalikan, berpotensi menimbulkan masalah finansial jangka panjang.
Selain masalah keuangan, gaya hidup berlebihan juga berkaitan erat dengan kesehatan mental. Tekanan untuk selalu tampil sempurna dan mengikuti tren terkini membuat sebagian orang mengalami stres, kecemasan, bahkan depresi. Psikolog menilai bahwa perilaku ini kerap dipicu oleh fear of missing out (FOMO) yang semakin diperparah oleh konten media sosial.
Dari sisi kesehatan fisik, pola konsumsi makanan cepat saji dan minuman tinggi gula yang sering dikaitkan dengan gaya hidup hedonis juga meningkatkan risiko obesitas dan penyakit kronis. Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) bahkan menegaskan bahwa pola konsumsi berlebihan tanpa memperhatikan gizi seimbang menjadi salah satu penyebab meningkatnya kasus penyakit tidak menular di negara berkembang.
Ekonom menilai bahwa tren konsumtif ini tidak hanya berdampak pada individu, tetapi juga berpengaruh terhadap stabilitas keuangan rumah tangga. Masyarakat yang terbiasa hidup mewah di luar kemampuan finansial sering kali terjebak dalam jerat utang, baik melalui kartu kredit maupun pinjaman online. Hal ini memperlihatkan betapa pentingnya edukasi literasi keuangan sejak dini.
Di sisi lain, pemerintah dan komunitas sosial mulai gencar mengkampanyekan gaya hidup sederhana dan berkelanjutan. Kampanye ini tidak hanya menekankan pentingnya pengelolaan keuangan, tetapi juga kesadaran menjaga kesehatan dan lingkungan. Gerakan seperti minimalism lifestyle atau hidup hemat energi kini mulai banyak diadopsi oleh generasi muda.
Ahli gaya hidup menilai bahwa solusi untuk keluar dari jebakan hidup berlebihan adalah dengan mengubah pola pikir. Mengutamakan kebutuhan dibanding keinginan, serta lebih fokus pada pengalaman bermakna daripada barang mewah, menjadi langkah penting dalam membangun keseimbangan hidup. Kesadaran ini diharapkan mampu menekan perilaku konsumtif yang semakin meluas.
Pada akhirnya, gaya hidup berlebihan tidak hanya sekadar tren, melainkan persoalan sosial yang nyata dan kompleks. Tanpa kesadaran kolektif, masyarakat berisiko menghadapi masalah kesehatan, krisis finansial, hingga degradasi kualitas hidup. Oleh karena itu, pengendalian diri dan literasi gaya hidup sehat perlu ditanamkan sebagai bagian dari kebiasaan sehari-hari.





