Sekilas.co – Di tengah derasnya arus informasi dan budaya pop, fashion sebagai tren sosial tidak hanya menjadi bagian dari gaya hidup, tetapi juga cerminan perubahan zaman. Gaya berpakaian yang populer di suatu masa kini tidak sekadar soal estetika, melainkan bagian dari pernyataan sosial, budaya, bahkan politik.
Tren fashion selalu berkembang mengikuti dinamika masyarakat. Ketika dunia sedang berbicara tentang keberlanjutan, fashion pun menyesuaikan diri dengan munculnya tren eco fashion dan secondhand style. Begitu pula saat generasi muda menggaungkan ekspresi diri, lahirlah tren fashion bebas gender dan gaya eksentrik yang menabrak norma klasik.
Menurut pengamat budaya populer, Rizka Mardiani, fashion telah menjadi bentuk komunikasi non verbal paling cepat diterima secara global. Apa yang dikenakan seseorang kini sering kali menggambarkan apa yang mereka yakini, siapa yang mereka idolakan, dan di kelompok sosial mana mereka berada,” ujarnya dalam diskusi bertema Mode dan Identitas di Jakarta.
Media sosial menjadi salah satu pendorong utama pesatnya perkembangan tren fashion. Platform seperti TikTok dan Instagram memicu viralnya gaya-gaya baru, mulai dari Y2K revival, clean girl aesthetic, hingga blok warna tahun 80 an yang kembali ramai. Tren bisa lahir dalam hitungan jam, menyebar lintas negara, dan menginspirasi jutaan orang hanya lewat satu unggahan.
Fashion sebagai tren sosial juga menunjukkan bagaimana nilai-nilai masyarakat berubah. Di era dulu, tren didominasi oleh selebriti papan atas dan perancang busana besar. Kini, influencer, konten kreator, bahkan komunitas underground pun punya peran penting dalam menciptakan arah fashion masa kini. Demokratisasi fashion ini menandai pergeseran kekuasaan dalam industri mode.
Lebih dari sekadar ikut-ikutan, mengikuti tren kini juga menjadi sarana untuk masuk ke dalam komunitas tertentu. Gaya berpakaian bisa menandai identitas: apakah seseorang bagian dari Gen Z dengan gaya edgy, penggemar retro, atau komunitas yang mendukung fashion beretika. Fashion pun menjadi alat untuk merasa terhubung dengan kelompok yang memiliki nilai serupa.
Namun di balik gegap gempita tren, muncul pula tantangan baru: budaya konsumsi cepat (fast fashion) yang kerap tidak ramah lingkungan. Banyak pihak kini mendorong agar tren fashion diimbangi dengan kesadaran konsumsi, seperti memadupadankan koleksi lama, membeli dari brand lokal, dan memilih produk berkelanjutan.
Fashion sebagai tren sosial bukan hanya tentang menjadi stylish, tetapi juga bagian dari narasi besar masyarakat modern. Ia merekam perubahan zaman, membentuk komunitas, dan mencerminkan cara generasi kini melihat dunia. Di era digital yang serba cepat, tren fashion bukan sekadar pakaian ia adalah bahasa visual yang berbicara lantang tentang siapa kita dan apa yang kita perjuangkan.





