Kecantikan dalam Perspektif Berhias Harmoni Antara Penampilan dan Keindahan Batin

foto/istimewa

sekilas.co – Kecantikan telah menjadi topik yang menarik sepanjang masa, karena setiap budaya memiliki cara tersendiri dalam memaknainya. Dalam konteks kehidupan modern, kecantikan sering diidentikkan dengan penampilan fisik, gaya berpakaian, dan kemampuan seseorang merawat diri. Namun, di balik itu, ada makna yang lebih dalam yaitu berhias  suatu proses memperindah diri, baik lahir maupun batin, agar selaras dengan nilai-nilai estetika dan moral. Dalam perspektif berhias, kecantikan bukan sekadar bagaimana seseorang tampil di depan cermin, melainkan bagaimana ia memantulkan keindahan dari dalam dirinya melalui sikap, perilaku, dan karakter. Dengan demikian, berhias tidak hanya menjadi tindakan fisik, tetapi juga bentuk ekspresi diri dan penghormatan terhadap nilai-nilai kemanusiaan.

Berhias merupakan salah satu cara seseorang mengekspresikan kepribadian dan identitasnya. Melalui pilihan pakaian, warna, gaya rambut, dan riasan, seseorang menunjukkan siapa dirinya dan bagaimana ia ingin dilihat oleh dunia. Bagi wanita, berhias bisa menjadi simbol kepercayaan diri dan penghargaan terhadap diri sendiri. Dalam perspektif ini, berhias bukanlah bentuk kesombongan, melainkan wujud kesadaran akan keindahan yang dimiliki setiap individu. Setiap goresan make-up, setiap pilihan busana, bahkan aroma parfum yang dikenakan adalah bagian dari komunikasi nonverbal yang mengungkapkan karakter seseorang. Dengan demikian, berhias memiliki dimensi psikologis dan sosial yang kuat  ia menyentuh rasa percaya diri, citra diri, dan cara berinteraksi dengan orang lain.

Baca juga:

Dalam pandangan umum, kecantikan fisik sering kali menjadi fokus utama saat berbicara tentang berhias. Riasan wajah, gaya rambut, perawatan kulit, serta pakaian yang serasi menjadi bagian penting dari penampilan seseorang. Namun, kecantikan fisik yang ideal tidak selalu berarti mengikuti tren kecantikan global, melainkan bagaimana seseorang mampu menonjolkan keunikan dirinya. Di sinilah konsep  berhias dengan bijak berperan penting. Berhias seharusnya bukan untuk menutupi kekurangan, tetapi untuk memperkuat potensi alami yang sudah ada. Misalnya, seseorang dengan kulit sawo matang bisa tampil menawan dengan riasan bernuansa hangat, sementara yang berkulit terang dapat menonjolkan kesan lembut dan anggun. Berhias yang tepat adalah yang membuat seseorang merasa nyaman dan percaya diri tanpa kehilangan jati diri.

Lebih jauh dari sekadar penampilan luar, kecantikan sejati justru bersumber dari keindahan hati dan kepribadian. Wanita yang berhias tidak hanya memoles wajahnya, tetapi juga menghias hatinya dengan akhlak mulia, tutur kata lembut, dan perilaku yang sopan. Dalam banyak ajaran budaya dan agama, berhias batin dianggap sebagai bentuk kecantikan yang lebih tinggi nilainya dibanding kecantikan fisik. Hal ini karena keindahan yang berasal dari dalam diri tidak akan luntur oleh waktu. Kecantikan batin memancar lewat senyum tulus, kejujuran, kesederhanaan, serta rasa empati kepada sesama. Oleh sebab itu, berhias sejatinya adalah proses menyeimbangkan antara luar dan dalam  di mana wajah tersenyum karena hati yang bersih, dan penampilan menarik karena perilaku yang santun.

Konsep berhias tidak bisa dilepaskan dari nilai budaya dan ajaran agama yang melingkupinya. Dalam banyak budaya timur, termasuk Indonesia, berhias dipandang sebagai bagian dari etika dan sopan santun. Seorang wanita yang rapi dan wangi dianggap menghormati dirinya sendiri sekaligus lingkungan sekitarnya. Dalam perspektif Islam, berhias juga dianjurkan, selama dilakukan dengan niat yang baik dan tidak berlebihan. Nabi Muhammad SAW bahkan mendorong umatnya untuk tampil bersih dan indah, karena Allah menyukai keindahan. Namun, berhias juga memiliki batasan moral  tidak untuk menarik perhatian berlebihan, melainkan untuk menjaga kehormatan dan kebersihan diri. Dari sini terlihat bahwa berhias bukan hanya soal estetika, tetapi juga tentang nilai spiritual dan kesadaran diri.

Kecantikan dalam perspektif berhias menuntut adanya keseimbangan antara keindahan fisik dan keindahan batin. Terlalu fokus pada kecantikan luar bisa membuat seseorang kehilangan esensi diri, sementara mengabaikan penampilan bisa dianggap kurang menghargai diri sendiri. Keseimbangan ini mencerminkan harmoni antara tubuh, pikiran, dan jiwa. Seorang wanita yang berhias dengan seimbang tahu kapan dan bagaimana menampilkan dirinya dengan anggun tanpa berlebihan. Ia memperindah penampilan tanpa melupakan nilai moral dan spiritual yang mendasari setiap tindakannya. Dalam pandangan ini, berhias bukan lagi sekadar aktivitas kosmetik, melainkan ritual kesadaran diri  bentuk refleksi tentang siapa dirinya, untuk apa ia berhias, dan bagaimana ia ingin memberi makna terhadap keindahan itu sendiri.

Di era modern, konsep berhias mengalami tantangan baru. Media sosial dan industri kecantikan global sering kali menanamkan standar kecantikan yang sempit dan seragam. Banyak orang merasa harus memenuhi kriteria tertentu agar disebut cantik   kulit putih, tubuh langsing, atau wajah tirus. Padahal, setiap individu memiliki kecantikan yang unik. Tantangan berhias di zaman ini adalah bagaimana seseorang bisa tetap tampil menarik tanpa kehilangan keaslian dirinya. Edukasi tentang self love dan body positivity menjadi penting agar berhias kembali pada tujuan sejatinya: menghargai dan merawat diri, bukan meniru orang lain. Dengan demikian, berhias menjadi bentuk pembebasan, bukan tekanan sosial. Kecantikan sejati muncul ketika seseorang bisa berkata,  Aku mencintai diriku apa adanya, sambil tetap berusaha tampil terbaik.

Pada akhirnya, kecantikan dalam perspektif berhias adalah tentang keutuhan diri, bukan hanya kulit luar. Ia adalah perpaduan antara penampilan yang terawat dan hati yang tulus, antara ekspresi diri dan nilai moral. Wanita yang berhias dengan keseimbangan antara luar dan dalam akan memancarkan aura positif yang menenangkan siapa pun di sekitarnya. Kecantikannya tidak bergantung pada tren atau penilaian orang lain, melainkan pada keyakinan dan rasa syukur terhadap dirinya sendiri. Maka, berhias bukanlah upaya untuk menjadi seseorang yang berbeda, melainkan untuk menampilkan versi terbaik dari diri sendiri. Dari sinilah lahir kecantikan yang sesungguhnya  kecantikan yang bersumber dari keikhlasan, kesadaran, dan cinta pada diri sendiri serta dunia di sekitarnya.

Artikel Terkait